Judul : Aku Tahu Aku Gila
Penulis : Bahril Hidayat Lubis
Penerbit : Media Grafika Utama
Tebal : 212 Halaman
Cetakan : Ke-I September 2010
“Aku adalah mantan
orang gila yang sewaktu-waktu bisa diserang oleh penyakit mengerikan itu. Seragan gejala-gejala psikosis yang
menciutkan nyali siapapun apabila penderita tidak mengenal dirinya sendiri “
(hal 157)
Novel
Aku tahu Aku Gila (ATAG), diangkat dari kisah kehidupan Bahril melawan
scizofrenia. Penyakit yang dideritanya
saat kuliah. Hingga berhasil menjadi seorang dosen.
Begitu
parahnya kondisi Bahril, hingga ketika ayahnya mengutarakan niatnya untuk
memberangkatkan Bakhril ke Baitullah jika sembuh, sang psikiater bersumpah, mengencingi Ka’bah jika Bahri naik haji (Naudzubillah)
Pada buku ini Bahril menceritakan apa
yang dialami dan di rasakan oleh penderita scizofrenia atau yang dikenal oleh
masyarakat awam sebagai gila. Awalnya Bahril mendapat bisikan-bisikan. Juga pernah
melihat bayangan-bayangan. Yang mungkin bagi orang awam bayangan-bayangan
semacam itu dianggap mahluk halus. Sedang dalam ilmu kedokteran disebut
halusinasi (hal 66).
Jangan
membayangkan Bahril sedang sendiri, melamun, atau pikiran melayang-layang,
kemudian bayangan tersebut datang. Tetapi ditengah-tengah mengajar mahasiswa
pun bayangan-bayangan tersebut bisa muncul. Ketika bayangan tersebut muncul, expresi
kaget, takut dsb dari Bahril membuat
mahasiswa bertanya-tanya. Saat-saat menjadi pusat perhatian seperti itulah bisikan-bisikan
semakin menguat.
Karena Bahril sadar bahwa dirinya adalah penderita
scizofrenia, dia menekan kecemasannya dengan berbagai zikir. Beberapa bisikan
itu antara lain:
“Lihatlah
dia, dia gila dihadapan mahasiswanya. Ha ha ha...”
“Sungguh
manusia tidak berguna. Cocoknya dimasukin kemana, ya?”
“Sebaiknya
dia cepat-cepat dimasukkan ke Rumah Sakit Jiwa. Sebelum dia memukuli
orang-orang disini. Memalukan. Atau?’
“Atau
apa?”
“Ayo!
Gantung saja lehermu!”
“Ayo
tunggu apa lagi?”
Ketika Bahril mulai berzikir, yang
muncul adalah,
“Sudahlah,
Tuhan tak akan memaafkanmu. Percuma kau berzikir!” (hal 71-75)
Tetapi
Bahril adalah manusia beruntung, dalam kondisi penyembuhan sudah ada wanita yang
melamarnya. Sebuah kebesaran yang harus diakui oleh siapapun. Dukungan istri,
keluarga, dan bahkan mertua, yang akhirnya mempercepat penyembuhan Bahril dari cengkeraman skizofrenia. Lebih-lebih
setelah anaknya lahir.
Diakhir
buku terdapat Resensi Penutup dari H Fuad Nashori. Memoar menyatakan Bahri
telah sembuh dengan berbagai analisa, sebuah analisis yang asyik untuk disimak.
Beiau adalah dosen Bahril di UII. Salah
satu seperti ini :
Saya
tidak menyangka kamu akan sembuh, karena lebih sulit menyembuhkan penderita
psikotik dengan potensi kecerdasan diatas rata-rata. Potensi itu pernah kamu
jadikan sebagai bentuk reaksi sikap defensif dan selalu beragumen dengan
terapis. Pada akhirnya kita harus kembali kepada agama.
Membaca
buku Bahril ini, menjadikan kita mampu melihat sisi lain kemansiaan. Siapa sih
yang mau mengalami depresi? Terlebih mendapat halusinasi, hingga Skizofrenia
(gila). Dan bahwa tidak ada penyakit yang tidak obatnya. Kemauan keras Bahril,
dan kebesaran hati keluarga, menjadikan apa yang tidak mungkin menjadi mungkin.
Covernya
menarik, meski mengambil warna pastel, tetapi tetap eye catching. Ukuran mini
membuatnya mudah diselipkan. Tetapi karena ini terbitan lama, mungkin pembaca
sudah punya. Jika belum, alhamdulillah, resensi ini ada manfaatnya .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar